Struktur Rumah Suku Bajo – Suku Bajo merupakan bagian dari suku bugis, memiliki perbedaan yang tidak banyak antara kedua suku tersebut karena sama-sama berasal dari Sulawesi Tenggara. Masyarakat tradisional suku Bajo serumpun dengan masyarakat suku bugis, kedua suku ini memiliki suatu pandangan hidup ontologis yang sama yang akan menjadi konsep arsitektur masyarakat suku dalam membangun rumah kayu masing-masing. Pandangan ontologis yaitu bagaimana memahami bumi dan alam secara menyeluruh ataupun universal.
Bagi masyarakat tradisional suku Bajo mempunyai pola pikir secara totalitas, dilihat dari keseluruhannya, maka rumah tradisional suku Bajo banyak sekali dipengaruhi oleh pemahaman struktur kosmos dimana alam terbagi menjadi tiga bagian yaitu alam atas, alam tengah dan alam bawah, begitu juga dengan konsep yang ada pada bangunan rumah adat suku Bajo maupun suku Bugis. Rumah panggung adalah rumah khas bagi masyarakat suku Bajo.
Masyarakat Bajo menyebutnya rumah atas, artinya rumah yang berdiri di atasnya tanah atau tidak langsung bersentuhan dengan tanah, tetapi ditumpu oleh tiang kayu. Namun ada perbedaan yang mendasar antara suku Bajo dengan suku Bugis dilihat dari tempat tinggal, dikatakan bahwa rumah atas artinya tidak bersentuhan langsung dengan tanah, namun suku Bajo yang tersebar di seluruh wilayah nusantara indonesia rata-rata bermukim diatas perairan dan pesisir sungai. Ini menjadi ciri khas suku Bajo.
Didalam rumah Suku Bajo dibagi menjadi tiga ruang, yakni ruang Lego-lego sebagai teras, Watangpola yaitu badan rumah dengan Pocci Bola sebagai pusat rumah untuk berkumpul dan mengadakan upacara serta Dapureng sebagai dapur. Mereka juga percaya arah barat sebagi kiblat dan suci tidak boleh digunakan sebagai tempat yang kotor seperti toilet. Anak tangga juga harus berjumlah ganjil, bila syarat ini tidak dipenuhi maka akan menyurutkan rezeki masuk kedalam rumah.
Mengenal Struktur Rumah Suku Bajo
Rumah adat suku Bajo adalah baboroh yang memiliki arti bangunan sederhana yang tiangnya terbuat dari belahan batang pohon. Untuk penutup dindingnya, dapat terbuat dari anyaman daun kelapa, atau dinding papan, dan lantainya dari papan dan balok kayu yang. Atap rumah orang suku Bajo menggunakan daun nipa atau biasanya disebut dengan tuho.
Ciri-ciri lain baboroh adalah tapak tiang rumah yang terbuat dari karang karena karang dyakini adalah bahan yang paling tepat untuk rumah masyarakat yang mengapung diatas laut. Sementara tiang-tiang yang menjulang tinggi membuat orang suku Bajo membangun lorong menuju ke halaman rumah sebagai tempat untuk menyandarkan kapal atau perahu.
Tiang Rumah Suku Bajo
Tiang yang merupakan struktur utama bangunan, ditancapkan langsung ke dalam pasir sedalam ± 50 centimeter. Pola tiang rumah berbentuk grid kubus dengan jarak bentang 5 x 6 meter. Bangunan ini memiliki dua macam tiang yaitu tiang yang menjadi penyangga kuda-kuda atap (biasa berukuran panjang ±4m) dan tiang yang menjadi menjadi penyangga tiang lantai (biasa berukuran panjang ±1,5m).
Semua tiang yang digunakan berbahan kayu ( kayu posi-posi sejenis kayu bakau yang tahan terhadap air laut). Kayu Posi-posi merupakan kayu lokal yang banyak terdapat di daerah tersebut, diameter kayu yang digunakan untuk tiang adalah sekitar 15-20 cm. Kayu batangan tersebut langsung digunakan utuh karena jenis kayu tersebut tumbuh lurus tegak sehingga sangat ideal digunakan sebagai tiang bangunan.
Lantai Rumah Bajo
Lantai, berdasarkan status penghuninya, lantai rumah terdiri dari 2 bagian. Untuk golongan bangsawan yang disebut arung, kemudian lantai rumah yang tidak rata karena terdapatnya tamping yang berfungsi sebagai ruang sirkulasi, tamping berbahan lantai dari papan. Sedangkan untuk golongan rakyat biasa atau tosama umumnya rata tanpa tamping. Golongan hamba sahaja ata umumnya dari bambu.
Tidak ada pola khusus pada pengaturan lantai, struktur lantai tersusun atas batangan kayu utuh sebagai penopang lantai (berfungsi sebagai penyangga/balok lantai) dan papan kayu digunakan sebagai penutup bahan lantai. Balok lantai pertama ditakik dan di pakukan ke tiang. Balok lantai kedua disusun dengan rapat berjarak ± 40 cm dan dipakukan ke tiang pertama. Lalu ditutup dengan papan yang di pakukan ke balok kedua.
Baca juga: Keunggulan tanpa batas dari konstruksi baja ringan
Sebelum papan digunakan sebagai penutup lantai, masyarakat suku Bajo menggunakan kayu Tiang yang kecil untuk menyangga lantai rumah ± 1.5 m dari tiang yang lebih tinggi yang menjadi penyangga kuda-kuda ± 4 m dari muka air yang dicacah hingga menjadi datar. Pohon Nibong sejenis pohon pinang yang banyak tumbuh daerah tersebut, kemudian masyarakat suku Bajo beralih ke papan yang berasal dari kayu posi-posi.
Dinding Rumah Bajo
Bentuk struktur dinding menggunakan batang pohon nibong yang digunakan sebagai bahan dinding dengan bentuk sambungan ikat. Penggunaan batang pohon nibong karena pohon yang memiliki karakteristik batang yang khas yaitu lurus dengan tekstur yang kuat, kokoh dan tahan rayap. Bahan dinding tersebut telah mengalami perubahan, sebagai pengganti adalah bahan dari kayu (papan) dengan bentuk sambungan yang menggunakan paku.
Atap Rumah Bajo
Untuk bentuk atap yang digunakan masih berbentuk asli yaitu atap pelana dengan sistem struktur menggunakan sistem sambungan ikat. Penutup atap menggunakan bahan rumbia yang dikenal juga sebagai atap nipah. Penggunaan atap pelana ini memiliki banyak sekali fungsi untuk penghuninya, misalnya memiliki karakteristik penyerap panas yang sangat baik, proses pemasangan yang sangat mudah, tidak mudah bocor dan tentunya lebih hemat material.
Nah, itulah beberapa keunikan dari struktur rumah dari suku Bajo untuk Anda. Bagi Anda yang penasaran dengan bentuk asli dari rumah suku Bajo, kami rekomendasikan untuk mendatangi langsung tempatnya sekalian berliburan. Ada banyak sekali paket wisata Labuan Bajo yang bisa Anda dapatkan secara online. Jadi tunggu apa lagi?